"Sifat ria diibaratkan seperti lembutnya langkah nya semut diatas batu hitam didalam kegelapan malam"
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Postingan saya kali ini adalah kutipan dari sebuah tausiyah dari Al-mukharam Buya Yahya, yaitu mengenai makna ketulusan dan virus yg menjangkit dibalik ketulusan tersebut.
Saat kita bebuat baik pada tamu atau tetangga yg datang kerumah kita, ada makna kebaikan yang harus dicermati untuk bisa disebut sebagai ketulusan. Ketulusan itu sendiri adalah hal yang amat lembut, bersembunyi di lubuk hati, dan bukan kata terucap oleh lidah. Orang yang tidak berimanpun bisa berbuat baik pada tetangga dengan memberi pertolongan, penghormatan atau santunan materi, artinya berbuat baik pada sesama itu adalah hal yang lazim dilakukan, baik yang beriman mau pun yang tidak beriman, namun yang harus senantiasa kita cermati adalah hal yang akan menjadikan kebaikan kita itu bermakna, yaitu "ketulusan". Perbuatan baik yang semata-mata kita lakukan hanya mengharap balasan dari Allah S.W.T . Berhati-hatilah ternyata dalam ketulusan ada virus yang dapat menghancurkan makna ketulusan itu, virus yang amat halus, sehalus ketulusan itu sendiri. Virus tersebut adalah sifat "ria", atau maksud yang tersembunyi di balik sebuah kebaikan yang dilakukan selain karena Allah. Rassulullah S.A.W pernah menggambarkan virus tersebut seperti lembutnya langkah semut hitam yang berjalan di kegelapan malam diatas batu hitam, dan kita mungkin tidak menyadari, atau bahkan tidak merasakan kapan masUknya virus tersebut, tiba tiba sudah ada di dalam hati kita.
Saat kita berbuat baik pada seseorang, namun terasa perbedaan dihati kita saat seseorang tersebut bersyukur kepada kita atau tidak bersyukur. Atau jika senyum orang yang kita santuni ada makna dihati kita itu artinya ketulusan kita telah terjangkit virus ria. Jika kita masih membedakan peminta-minta yang datang ke rumah kita jika dengan segala kesopanan lalu kita beri, sementara yang lain datang dengan ketidak sopanan lalu kita tidak memberinya itu artinya ada virus ria menjangkit ketulusan kita.
Sadarlah.. Dan sadarilah.. Orang yang tidak tulus akan capek dengan kebaikannya begitu sebaliknya ketulusan akan menjadikan pelaku kebaikan dalam puncak kepuasan hatinya. Saat kita berbuat baik pada tetangga hanya sebagai basa basi sosial dan hanya mengharap balasan Kebaikan balik darinya baik berupa materi ataupun sekedar ucapan terima kasih itu blm ada makna ketulusan. Atau saat kita membantu tetangga sekedar penjagaan rumah yg berdampingan karena tetangga kita sedang pergi lalu tidak ada balasan apapun maka kejengkelan terasa begitu besar dan akan terus seperti itu. Dan orang yg tidak tulus akan selalu menghitung hitung kebaikan yg pernah dilakukannya. Atau jika ada seorang ustadz yang berceramah atau mengajar, jika dibalik perjuangan ini yang diharapkan adalah imbalan baik materi atau sekedar sambutan penghormatan maka sungguh akan terasa amat sangat lelah jika ternyata semuanya itu tidak didapatnya. Berbeda dengan orang orang yang tulus, mereka akan melakukan segala kebaikan dengan kepuasan dan mengharap ridha Allah SWT. Tidak merasa sakit jika tetangga yang diperlakukan baik tidak mengerti arti terima kasih, juga tidak merasa gundah, disaat kebaikan mereka tidak dilihat dan dihargai oleh orang lain, sebab mereka hanya ingin kebaikan mereka dilihat oleh Allah yang maha melihat segala kebaikan yang ada di dalam hati hamba-hamba Nya.
Wallahu'alam..
Sumber:
-Tausyiah Oase Buya Yahya
Comments